Jumat, 28 Agustus 2015

LOGIKA MATEMATIKA DAN HIPOTESIS VERIFIKASI


Oleh: Abdul Cholik
Secara umum matematika ialah ilmu yang berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain. Perbedaan yang signifikan antara matematika dengan ilmu yang lain yaitu bahasa yang digunakan dalam metematika ialah bahasa-bahasa simbol yang tentunya lebih singkat dan padat dibandingkan dengan bahasa pada umumnya. Selain itu yang menjadi ilmu ini berbeda dengan ilmu lain ialah ia berbicara sesuatu yang pasti sehingga maksud yang ia sampaikan memiliki pemahaman tunggal.
Sedangkn logika sendiri ialah ilmu yang berbicara cara berfikir untuk menemukan kesimpulan yang benar dan tepat. Awalnya kesimpulan itu bersifat abstrak karena ia hanya ada di benak otak manusia, dan ia menjadi konkrit setelah direalisasikan dalam bentuk bahasa.
Kesimpulan yang logis apabila disampaikan kepada orang lain dalam bahasa matematika akan menjadi kesimpulan yang padat dan singkat serta efesien, selain itu kesimpulan itu akan jauh lebih dekat memahamkan orang yang diberi kesimpulan.


Sementara itu hipotesis verifikasi ialah sebagian dari sub bab dari logika yang sama-sama mencari kesimpulan akhir yang tepat dan logis. Kesimpulan bermula dari gejala-gejala yang membuat kita gelisah hingga muncul pertanyaan dibenak kita, lalu kita mencari jawaban dari kegelisahan itu. Setelah itu kita akan menjawab pertanyaan itu sekenanya denganberlandaskan pengetahuan secukupnya yang kita miliki selama ini. Jawaban atas pertanyaan ini kita namakan sebagai dugaan awal atua hipotesa. Langkah selanjutnya ialah kita mencari data yang bisa menguatkan jawaban atau kesimpulan sementara kita tadi. Perlu digarisbawahi bahwa kesimpulan awal tadi ialah kesimpulan sementara, jadi tidak menutup kemungkinan setelah kita mengumpulkan data-data terkait kegelisahan kita lalu kita menganalisis dengan metode yang kita pilih akan menghasilkan kesimpulan akhir yang sangat bertolak belakang dengan kesimpulan awal kita. Dan dari kesimpulan akhir itu ialah kesimpulan yang sebenarnya untuk menjawab kegelisahan yang selama ini kita pendam.

Rabu, 26 Agustus 2015

HUBUNGAN LOGIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


Oleh : Abdul Cholik
Untuk mencari hubungan antara dua hal maka idealnya langkah pertama yang harus kita ambil ialah mencari tau lebih dalam tentang dua hal tersebut, setelah itu kita tahu adakah kawasan satu hal itu yang mendekati kawasan yang lain.
Kita mulai dari logika. Logika seperti halnya yang kita tahu adalah sebuah fan keilmuan yang membahas rambu-rambu atau aturan main yang kita gunakan saat kita melakukan aktifitas berfikir/menalar, dengan aturan main itu hasil (kesimpulan) dari aktifitas berfikir menjadi kesimpulan yang benar dan tepat.
Yang kedua ialah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan terbentuk dari dua term, ilmu dan pengetahuan. Menurut para sarjana kedua term ini adalah sesuatu yang berbeda meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita sering menggunakan kedua kata tersebut dalam tempat yang sama, dengan artian bahwa keduanya ialah hal yang sama, tidak ada perbedaan.
Definisi pengetahuan ialah tersingkapnya suatu kenyataan dalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya, dengan kata lain pengetahuan adalah pengalaman yang kita peroleh dari gejala (kejadian) yang ada disekitar kita. Sedangkan ilmu adalah menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh pengetahuan. Untuk mencari/menghendaki penjelasan lebih lanjut itu kita harus membandingkan pengetahuan yang satu dengan yang lain, menganalisis, menalar sampai kita temukan sebuah kesimpulan yang tepat dan jiwa kita mengatakan tidak ragu akan kebenaran/ketepatan kesimpulan tersebut, begitu juga orang lain yang tidak akan ragu medengar kesimpulan yang kita peroleh tadi. Kesimpulan itulah yang nantinya kita sebut sebagai ilmu pengetahuan.
Dalam mencari kesimpulan tadi disebutkan kita harus melalui proses analisis, membandingkan, menalar, dan lain-lain yang mana proses itu adalah aktifitas yang dilakukan otak kita (aktifitas berfikir). Dalam hal ini maka jelaslah hubungan diantara logika dengan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan yang dalam pencapaiannya tidak lepas dari aktifitas berfikir sangatlah butuh aturan main dalam melakukan aktifitas tersebut sehingga aktifitas itu benar-benar menjadi aktifitas yang selalu berjalan diatas rel kebenaran bukan pada rel kesesatan, dari hal itu maka hasil (output) dari aktifitas itu menjadi hasil yang benar atau tepat. Maka dari itu logika dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena hubungannya yang begitu erat dan saling melengkapi.

Selasa, 25 Agustus 2015

KEDEKATAN LOGIKA DAN BAHASA


Oleh : Abdul Cholik
Logika -seperti yang telah kita ketahui bersama- adalah ilmu yang membahas aturan main atau tata cara dalam berfikir supaya mendapatkan hasil pemikiran yang tepat dan benar, Jadi yang menjadi objek dalam logika adalah pemikiran (konsep) itu sendiri. Namun yang menjadi permasalahan berikutnya ialah konsep atau hasil pemikiran itu sifatnya abstrak yang tidak bisa diketahui secara empiris, jadi dalam menilai apakah pemikiran seseorang itu sudah logis (sesuai aturan) atau tidak kita pasti akan membutuhkan wadah atau media yang bisa menjembatani keabstrakan dari pemikiran itu menjadi hal yang konrit.
Dari sini maka bahasa akan menjawab permasalahan diatas. Dengan bahasa maka pemikiran itu bisa kita implemantasikan menjadi hal yang bisa dicermati secara empiris oleh orang lain, dengan bahasa pula secara otomatis kita akan bisa menilai sejauh mana ketepatan dari hasil pemikiran orang tersebut. Maka dari itu antara pemikiran yang logis dengan bahasa bagaikan dua mata keping uang logam yang tidak bisa terpisahkan, dan juga perlu kita  garisbawahi bahwa bahasa itu muncul didahului oleh konsep atau pemikiran yang lebih awal muncul atau tercipta.
Namun hal itu ternyata menimbulkan masalah baru juga, apakah secara otomatis juga orang yang lihai dalam berbahasa,menguasai kaidah bahasa bisa dikatakan orang yang logis dalam berfikir, begitu juga sebaliknya, apakah seseorang yang logis pasti bagus ia dalam berbahasa? . dan setelah kita cermati semua itu berada dalam lingkup keahlian yang berbeda-beda antara keduanya itu. Yang pasti orang yang terbiasa dengan berfikir logis mereka akan memiliki bobot yang lebih dalam aktifitasnya berbahasa.
Secara umum bahasa yang mengandung pemikiran yang logis ia akan mememenuhi kriteria sebagai berikut :
*      Berfikir harus sistematis dan analitis.
*      Ada hubungan dengan konsep konsep yang ditautkan.
*      Tidak boleh menimbulkan kontradiksi.
*      Jika sebuah kalimat terdapat hubungan antara konteks konteks yang bertentangan, maka kalimat itu tidak logis.


Senin, 24 Agustus 2015

DEFINISI DALAM LOGIKA


Oleh : Abdul Cholik 
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berbaur dengan begitu banyaknya kata, karena sebagaian dari kodrat manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi terhadap manusia yang lain, lalu sebagi implementasi dari interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa yang tersusun dari begitu banyaknya kata tadi.
Ketika menggunakan kata tadi terkadang kita tidak mengetahui secara mendalam pengertian atau dunia yang mewakili suatu kata yang digunakan dalam berinteraksi, sehingga tak heran jika muncul kesalah fahaman dalam berinteraksi yang bersumber dari persoalan tadi,  maka dari itu langkah yang tempuh untuk keluar dari permasalahn ini ialah kita harus menyebut sekelompok karakteristik suatu kata sehingga kita dapat mengetahui pengertiannya serta dapat membedakan kata lain yang menunjuk objek lain pula, kegiatan ini dikenal dengan membuat definisi.
Karakteristik didalam membuat definisi bisa dipetakan menjadi 2, yaitu genera (jenis/umum) yang memiliki arti bahwa dari karakteristik yang diungkapkan ini masih terdapat kemungkinan kata/pengertian lain,-selain kata yang didefinisikan-,yang bisa masuk dalam kategori karakteristik ini. Fungsi dari karakteristik ini ialah supaya pikiran kita terfokus pada sesuatu hal yang diharapkan.
Lalu yang kedua adalah karakteristik diferrentia yang berfungsi memberi pembeda sehingga jika didalam genera tadi ada kata yang bisa masuk dalam kategori kata yang didefinisikan, maka dengan adanya diferrentia ini nanti maka kata/pengertian yang bisa masuk tadi bisa ternafikan atau keluar dari pengertian hakiki kata yang akan didefinisikan.
Selain patokan yang global diatas, berikut ada patokan yang lebih rinci dalam membuat definisi :
*      Definisi tidak boleh lebih luas atau lebih sempit dari konotasi kata yang di definisikan.
*      Definisi tidak boleh menggunakan kata yang di definisikan.
*      Definisi tidak boleh memakai penjelasan yang justru membingungkan.
*      Definisi tidak boleh menggunakan bentuk negatif.



Minggu, 23 Agustus 2015

SEJARAH LOGIKA

Oleh : Abdul Cholik Suaral
Segala macam keilmuan yang ada di dunia ini muncul pertama kali dikarenakan atau paling tidak beriringan dengan suatu sebab, dimana dengan sebab itu manusia butuh dan akhirnya menciptakan suatu keilmuan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Demikian pula dengan logika yang muncul (lahir) dikawasan Yunani oleh kaum sofis dan para filusuf seperti Socartes, Plato, dan Aristotales. Logika muncul disebabkan karena dalam realita banyak orang berfikir tak logis sehingga memunculkan buah pikir (kesimpulan yang tak benar dan pasti, berangkat dari hal tersebut logika lahir dengan membawa tujuan memberi rambu-rambu supaya orang berfikir dengan benar.
Pada awal kelahirannya, logika sebagai ilmu itu ditandai dengan adanya 6 buah buku mengenai logika yang ditinggalkan Aristoteles lalu dikembangkan murid-muridnya hingga lahirlah logika tradisional yang berupa teori-teori.
Dalam perjalanan selanjutnya logika yang berasal dari Yunani itu dipelajari dengan mendalam oleh ilmuwan muslim tepatnya pada abad ke 11 H. Pada masa ini Alfarabi melakukan studi yang belum ada pada masa sebelumnya yaitu dengan menyelidiki/menguji kaidah-kaidah dalam berlogika (mantiq) dalam proposisi kehidupan sehari-hari guna membuktikan benar atau salah.
Pada tahun 325 M logika menjadi hal yang dilarang oleh gereja-gereja sehingga ilmu ini masa kemunduran. Setelah masa-masa itu logika bangkit dan mulai berkembang sehingga menemukan bentuk yang sempurna dengan tampilnya beberapa tokoh yang meneruskan pemikiran-pemikiran aristiteles (logika tradisional) seperti Petrus Hispanus, Roger Racon, Ray Mundus Lulus, dan Wilhem Ocham yang dari merekalah lahir logika modern (abad XII-XV).

Logika modern ini disempurnakan pada abad-abad selanjutnya yang hingga sekarang menjadi tren dalam kehidupan modern dimana logika diaplikasikan dalam hal atau yang berkaitan dengan sesuatu yang ada disekitar masyarakat modern saat ini.   

Sabtu, 22 Agustus 2015


Psikolinguistik, Kajian Senyapan dalam Produksi Kalimat[2]
“NICAAA[1] !, KAU ISTIMEWA”
Oleh: Abdul Cholik[3]

Hari ini adalah hari senin dimana orang-orang dengan semangatnya mengawali rencana yang telah mereka buat untuk satu minggu kedepan. Pada hari itu aku yang terbangun agak siang dari biasanya langsung mengoletkan badan, sedikit demi sedikit kutatap dunia sekitarku yang masih agak buram, kukedipkan mata, terpejam kembali, berkedip lagi dan kembali terpejam, lalu kuhirup udara dalam-dalam dan perlahan kulepaskan..haaaaah Alhamdulillah! . seketika terbayang bahwa hari ini adalah hari yang padat dengan jadwal mata kuliah satu hari penuh, belum lagi tugas yang menumpuk bak uang yang ada dikantor perpajakan .

Masih dalam mata yang belum sempurna melirik keagungan tuhan yang maha kuasa, terbayang wajah seorang teman kuliah yang menjadi primadona kelas berkat interpesonanya yang WAHHH dibanding teman-temannya yang lain. “NGATNIKA! Opo Lech Ngat!!”, begitu slogan teman-teman menyapa orang ini.  Sifatnya yang lembut gemulai hampir setara dengan putri solo saat ia merayu kandanya menari, belum lagi penampilannya yang selalu sopan dan elegan untuk dipandangi, mubadzir kubro –amin,temanku menyebutnya- bila terlewati. Wajahnya yang putih bersih berseri dengan rona yang selalu membuat semua orang menggelitik tersenyum ikhlas dipagarinya dengan kerudung diimbangi dengan sikapnya yang  selalu meneduhkan pandangan pancarkan keanggunan yang sempurna sehingga seakan seluruh masalah hidup kami rontok sesaat setelah melihatnya.

Tak ada gading yang tak retak, celetuk amin seketika saat kami bercerita saling menilai siapa yang menawan diantara yang wanita tertawan sekelas. ”ada kekurangannya man!”. Ya! Tapi bagiku itu hanyalah penyempurnadan pembeda yang dianugrahkan tuhan  pada temanku yang satu ini, saat seseorang telah terperenjat kemaha eksotisan perempuan -layaknya aku ini-  ia akan selalu mencari sisi positif dari hal-hal yang dianggap orang lain sebuah kekurangan. Bagiku kekurangan itu ialah sebuah cirikhas yang nyentrik yang membuat semua orang -terutama aku- menunggunya meski  hanya sebagai hiburan dengan lahirnya tawa kami, entah karena gemesnya atau entahlah yang membuat kami semua tertawa.

Suatu hari aku mendapat giliran untuk berpresentasi suatu makalah. Aku yang memburu perhatian tak mau begitu saja menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini dengan mempersiapkannya jauh-jauh hari supaya dalam presentasi nanti terlihat keren, karena asumsiku pada event seperti ini maka seluruh pasang mata akan tertuju padaku, pada saat itu pula aku menjadi objek perhatian tunggal, dan inilah kesempatan emas 24 karat itu merengkuh perhatian 
Nica.

Selesaiku memperlihatkan aksiku tibalah saat tanya jawab.”kepada teman-teman yang ingin menanggapi, bertanya atau mungkin ingin menambahi kami persilahkan” dengan santunnya amin mempersilahkan teman-temannya yang saat itu ia menjadi moderator. Tak ada sepersekian detik ngatnika!, dengan gagahnya mengangkat tanggannya, dan betapa bangganya aku, tubuhku terguncang serasa ingin terbang keangkasa. “alhamdulillah, gak sio-sio!!” spontan dalam hatiku bersyukur pada tuhan, andai saat itu aku tak duduk diatas kursi mungkin kesepontananku bisa lebih parah, meloncat? Sujud syukur? Atau sebagainya sebagai tanda betapa senangnya diriku. ”iya mbk nica –sapaan kerennya- silahkan!!”.sebelum Nica melontarkan pertanyaan, dengan tidak sopannya sambilmeletakkan tangan dimulutnya dan menundukkan kepalanya amin menyeletuk “emmmmmmmm”. Sontak tawapun pecah dan kelas yang tadinya hining berubah seperti pasar yang gaduh dengan hirukpikuknya karena tawa semua orang didalamnya, bahkan dosen kami yang terkenal tak pernah kelihatan giginya kali ini terpaksa mencabut predikat tersebut dengan memperlihatkan giginya karena tertawa.

Inilah yang dikata amin sebagi sisi kekurangan seorang Ngatnika, ketika berbicara tak lepasnya ia dengan suara “emmm” dicela-cela pembicaraannya. Seketika itu pula fatwapun lahir menghujat gadis ini “haha, hadza min “patologi” lughoh” dengan bringasnya bakir berkata, ada juga yang menirukannya hingga tawapun semangkin tak terelakkan.

Masih dengan kegaduhan yang belum usai, aku yang saat itu tak tertawa sendirian berfikir, benarkah ini sebuah patologi bahasa?. Padahal patologi sendiri didefinisikan sebagai gangguan atau kelainan dalam proses komprehensi dan produksi bahasa yang disebabkan kerusakan organ wicara (alat ucap), neurologi bahasa, kognisi otak, mental baik bawaan maupun penyakit atau terasingkan dari masyarakat bahasa sehingga tidak mampu berkomunikasi dengan baik.[4] Jadi patologi itu bagi orang yang tidak normal organ bicaranya, atau terasingkan dari masyarakat bahasa, atau mungkin karena mental atau kejiwaannya terganggu. Dan bagiku Ngatnika itu terlepas dari semua masalah ini, entah karena aku yang telah terhipnotis oleh pesonanya sehingga tak kudapati kekurangan pada dirinya karena ketika insan telah jatuh cinta maka tak ada sedikitpun ruang untuk logika masuk didalamnya, yang ada semua adalah indah dan benar. Dan yang pasti patologi pasti menyebabkan kesulitan dalam berbahasa sehingga orang yang mengalami patologi akan kesulitan berkomunikasi yang berujung tidak fahamnya orang yang ia ajak bicara, sebab fungsi utama bahasa ialah alat yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi dirinya[5]. Dan ketika aku melakukan kegiatan ,berinteraksi dengan Nica maka menjadi barang tentu aku memahami dengan sepenuhnya entah karena pada saat itu aku pasti terfokus pada proses berbahasa itu sebab terperenjat pesonanya sehingga meskipun ia penyandang patologi aku tetap memahaminya atau mungkin ia benar-benar bukan orang yang terkena patologi bahasa.

Waktu berjalan dengan cepatnya, hingga selesailah perkuliahan kami  dengan masih serunya teman-teman memperbincangkan EEMMMnya Nica, sedangkan aku masih tetap dengan penasaranku dan pertanyaan besar dalam benakku, “benarkah itu sebuah patologi? Dan karena hal itu masih menyangkut proses berbahasa, adakah kajian khusus mengenai hal ini dalam psikolinguistik? Karena ilmu ini memiliki kajian pokok pada proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa[6]

Saat semua teman telah beranjak dari kelas untuk sesuatu yang lain aku masih saja ditempat dudukku dan saat aku keluar dari kelas kudapatilah temanku Nica itu duduk sendirian didepan perpust dengan ceria meski baru saja ia dibully habis-habisan oleh teman-temannya, tanpa berfikir panjang kulangkahkan kakiku menghampirinya. “hai!, boleh aku duduk?” sapaku sok manis dan sok kalem berharap ia menerima kehadiranku, meski tak mendapat jawaban darinya akupun duduk disampingnya karena senyum dengan anggukan kepalanya serta gesture tubuh yang membuat aku faham bahwa ia mempersilahkan aku untuk duduk disampingnya. Aku yang menghampiri berarti aku yang harus mengawali pembicaraan begitu hati berkata. “teman-teman kenapa ya? Kok nora’ sampai segitunya?. Emang kalo boleh tau dan maaf sebelumnya EEMMmu itu gak bisa dihalangkan ya?” aku yang sebelumnya takut mempersoalkan ini padanyapun memberanikan diri dengan lancang bertanya langsung kepadanya guna mengobati rasa penasaranku. “mbah,mbah –sapaan akrabku oleh semua teman kelasku- ngono kog dimasalahke tenanan, nganti mrepeng iku wajahmu lho perkoro ulihmu takok (gitu aja kok jadi maslah serius..Indonesia)” dengan wajah tersenyum mengejutkanku ia menjawab, karena kukira ia akan marah dan ternyata semua tak seburuk yang aku kira. “gimana ya?” lanjutnya dengan sumringah “aku ya pingin EEMM itu hilang, tapi saat aku berbicara seolah tanpa aku tersadar EMM itupun muncul dengan sendirinya” masih dengan sumringahnya iapun secara blak-blakan menceritakan perihal yang berkenaan dengan itu padaku “penyebabnya saya juga kurang tahu, yang pasti jika saya berbicara dengan temanku, bapak, ibukku dll EMM itu tidakmuncul, EMM muncul itu saat aku berbicara didepan khalayak ramai lebih-lebih jika pembicaraan itu syarat dengan berfikir seperti saat kau presentasi tadi!”[7] aku yang tercengang oleh curhatannya hanya bisa mengangguk asal mengangguk .”awal dari semua itu bermula saat aku duduk dibangku kelas 2 aliyah dimana aku sudah mulai berani berbicara dihadapan orang banyak dalam situasi yang serba formal sehingga grogi menghampiri dan EEMMpun menjadi sahabatku, dan kini, berhubung makin ramainya EMM itu dibicarakan oleh temen-teman dan membuatku kurang percaya diri maka itu menjadi bom atom motivasi untuk melenyapkan EMM dariku. Dan alhasil menurutku kini takseparah dulu” dengan menutup mulutnya ia kembali tertawa lirih.

Setelah pertemuan itu aku semakin yakin bahwa ini bukanlah merupakan patologi seperti yang dikatakan oleh teman yang lain sehingga kuputuskan untuk mencari referensi yang berkenaan dengan ini supaya aku bisa memerangi dan membenarkan hujatan yang ditimpalkan pada Nica dan kukatakan dalam hatiku bahwa ini adalah bentuk dari jihad untuk menolong orang yang telah didzolimi orang lain.

Setelah mencari kesana kemari diantara rak-rak buku dalam perpustakaan kubuka satupersatu buku yang ada, kulihat daftar isinya sampai akhirnya ku menemukan buku karangan Soejono Dardjowidjojo yang berjudul Psikolinguistik. Pada bab produksi kalimat disana dipaparkan adanya senyapan saat orang memproduksi kalimat.  Senyapan itu bisa dikarenakan kita bernafas atau ragu-ragu. Alasan yang dituliskan mengenai senyapan itu diantaranya ialah pertama, orang senyap karena ia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tetapi ia belum siap untuk seluruh kaliamat itu, karenanya ia mencari kata dalam senyap untuk melanjutkan kalimat tersebut. Kedua, karena dia lupa akan kata-kata yang dia perlukan, oleh karena itu dia mencarinya untuk melanjutkan ujaran. Ketiga, dia harus hati-hati dalam memilih kata. Dari sini aku mulai menemukan jawaban mengenai kasus Nica temanku ini.

Masih dengan buku yang sama aku masih saja asik menelisiki buku ini hingga benar-benar kutemukan kejelasan. Pada halaman 144 disitu dijelaskan bahwa senyapan sendiri terbagi menjadi dua macam: 1.senyapan diam, dan 2.senyapan berisi. Pada senyapan diam pembicara berhenti sejenak dan diam saja lalu setelah menemukan kata-kata yang dicari dia melanjutkan kalimatnya. Contoh saat aku menanggapi pertanyaan saat presentasi aku bilang “menurut saya. . .hal itu kurang tepat dst”  dan untuk macam yang kedua ini mungkin aku condong pada sesuatu yang menimpa Nica tadi, ia mengisi senyapan dengan bunyi-bunyi tertentu yaitu bunyi EMM. Akan tetapi terkadang senyapan bersuara itu juga tidak selalu dengan bunyi, kata juga sering menjumpai orang mengisi dengan kata-kata tertentu seperti anu, siapa itu, apa itu. Seperti saat orang melihat Agus ponakannya yang kebetulan pada saat itu ia lupa sejenak nama ponakannya itu, “itu kan si siapa itu, agus ya”.

Berlanjut kehalaman selanjutnya maka berlanjut pula keterangan yang aku peroleh, jika Nica bilang kalau EMMnya itu hadir terlebih saat ia berfikir maka kemungkinan ia terkena keraguan dalam memproduksi kalimat senyapan. Hal ini terletak pada sesudah kata pertama dalam suatu klausa atau kalimat, ada lagi yang mengatakan bahwa senyapan ini terdapat sebelum bentuk leksikal yang penting begitulah para linguis saling beragumen. Namun demikian, nampaknya ada tempat-tempat dimana para ahli sepakat yakni,1. Jeda gramatikal, 2. Batas konstituen yang lain, 3. Sebelum kata utama pertama dalam konstituen.[8]

Jeda gramatikal adalah tempat senyap untuk merencanakan kerangka maupun konstituen pertama dari kalimat yang akan diujarkan. Sedangkan pada batas satu konstituen dengan konstituen yang lainorang juga bisa senyap karena disinilah orang merencaakan rincian dari konstituen utama berikutnya. Dan untuk tempat yang ketiga yaitu sebelum kata utama pertama dalam konstituen. setelah kerangka terbentuk maka konstituen harus diisi dengan kata-kata. Sebagai contoh saat orang inggris telah mngucapkan kata the maka ia biasanya terdiam untuk melanjutkannya.
Setelah kulewati beberapa halaman, maka dapat saya simpulkan bahwa senyapan itu pada umumnya ada ditengah-tengah pembicaraan. Yang membuat saya bertanya-tanya selanjutnya ialah, lalu senyapan macam apa yang ada pada Nica itu? Karena ia memunculkan suara EMM pada saat mengawali pembicaraan. Asumsi saya mengapa hal ini terjadi? karena ia masih belum tenang saat mengutarakan pendapatnya didepan teman-temannya, alhasil apa yang ia fikirkanpun bisa jadi hilang seketika saat ia akanmulai pembicaraan dan terpaksa memikirkan kembali sehingga lahirlah EMM itu, atau mungkin kini EMM itu memang sudah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia merasa ada yang kurang jika berujar tanpa adanya EMM.

Dengan pengakuannya jika EMM itu kini sudah tak separah dulu maka bisa aku simpulkan bahwa dengan kketenangan saat berujar dan memupuk kepercayaan dan bekerja keras untuk menghilangkan EMM dari dirinya akan membuat EMM saat berujar benar-benar hilang, karena alangkah baiknya hal itu memang sesegera mungkin dihilangkan jika ia menghendaki suatu pengujaran yang ideal, yaitu ujaran yang lancer, sejak ujaran itu dimulai sampai ujaran tersebut selesai. Dan kata-katanya terangkai dengan rapi, diujarkan dalam suatu urutan yang tak pernah putus, dan kalaupun ada senyapan, senyapan itu ada pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan untuk disenyapi.[9]

Pada saat aku membaca buku itu pula tak sengaja Nica berada didalam perpust untuk mengerjakan tugas, dan saat aku memandangnya entah itu disengaja atutidak, iapun memandangku sambil tersenyum seraya berkata dengan suara keras dan sedikit menyentak-nyentak dan betapa terkejutnya diriku, ini bukanlah Nika yang selama ini kukenal “Choleq….ndang tangi!!  Wis awan le, dikandani bar subuh ojo turu kog ora ngandel, marai feqer le… eko sarapan karo susune wus siap” dan aku tambah terkejut jika kali ini suaranya mirip dengansuara ibuku, dan GUBRAKK akupun terjatuh dari ranjang dan kuakhiri lamunanku pagi itu dan tersadar bahwa semua itu tadi hanyalah ilusi belaka.
NB: Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila terdapat nama tokoh dan jalur cerita yang sama maka itu hanyalah suatu kebetulan saja. Hahaha!






[1] Mahasiswa semester III program Studi Pendidikan Bahasa Arab STAI Mathali’ul Falah
[2] Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester III
[3] Mahasiswa semester III program Studi Pendidikan Bahasa Arab STAI Mathali’ul Falah
[4] Powerpoint psikolinguistik slide ke1 tentang patologi bahasa oleh Habibi Muhammad Luthfi,M.Hum
[5]Abdul Chaer, Psikolinguistik, (Jakarta: Renika cipta.2009) Hal:30
[6] Soenjono Dardjowidjojo, Psokolinguistik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: 2008), hal: 7
[7] Wawancara dengan Ngatnikawati pada tanggal 23 januari di kampus STAIMAFA
[8] Soenjono Dardjowidjojo, Psokolinguistik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: 2008), hal:146
[9] Soenjono Dardjowidjojo, Psokolinguistik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: 2008), hal: 142