Sabtu, 19 September 2015

DIFTONG BAHASA ARAB

Oleh: Abdul Cholik[2]
Abstrak
Sebagai kajian pokok ilmu fonologi, diftong yang termasuk dari klasifikasi bunyi bahasa secara otomatis mendapat perhatian penuh guna dikaji. Diftong sendiri bukanlah konsonan ataupun vokal, melainkan ia merupakan semi vokal yang terdiri dari dua vokal akan tetapi menghasilkan satu bunyi. Dari kedua vokalan itu diftong diklasifikasikan menjadi diftong naik dan turun. Dalam bahasa Arab kajian tentang diftong hanya ada dua bentuk yaitu ya’ sukun atau wau sukun yang didahului fathah, keduanya masuk dalam diftong naik. 
Kata kunci: Diftong, Vokal, dan artikulasi
A.  Pendahuluan
Berbicara tentang fonologi berarti kita sedang berbicara tentang bunyi bahasa, karena objek kajian dari ilmu ini ialah bunyi dan perihal yang bersangkutan dengannya.
Bunyi sendiri pada mulanya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu bunyi vokal dan konsonan. Perbedaan dari keduanya dapat kita cermati dari proses fonasinya dimana bunyi vokal terjadi tatkala udara dari paru-paru dengan pita suara sedikit terbuka lalu udara tersebut keluar tanpa adanya hambatan, sedangkan konsonan mendapat hambatan dan kondisi pita suara terkadang terbuka agak lebar.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata didalam bahasa juga ada satu bunyi yang tersusun dari dua vokal sekaligus, bunyi ini dalam kajian fonologi disebut dengan nama diftong. Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana proses artikulasi diftong tersebut. Hal ini menarik karena ia mengandung dua macam vokal sekaligus. Lalu kita sebagai mahasiswa pendidikan bahasa Arab bertanya-tanya, seperti apakah diftong dalam bahasa Arab?.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menjabarkan hal tersebut.
B.  Diftong dalam bahasa arab
Sebelum kita menelisik lebih jauh tentang diftong dalam bahasa Arab, marilah kita mengerti terlebih dahulu defenisi dari diftong. Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah, dan strikturnya. Namun bunyi yang dihasilkan bukan dua bunyi melainkan satu bunyi karena berada dalam satu silabel.[3] Contoh diftong dalam bahasa Arab adalah [au], seprti terdapat dalam kata yaum. Contoh lain adalah bunyi [ai] seperti terdapat dalam kata maidan.[4]
Dalam bahasa Arab, diftong dikenal dengan istilah nisful kharakat/semi vokal.[5] Hal ini berarti bahwa ia bukan sepenuhnya vokal (harakat) dan sekaligus bukan sepenuhnya pula ia termasuk konsonan (huruf). Hal tersebut terjadi karena dilihat dari proses fonasinya ia mendapatkan hambatan yang berarti ia juga memiliki makhraj khusus yang kedua hal ini melekat pada ciri-ciri huruf. Akan tetapi jika kita cermati dari cara pengartikulasiannya diftong tidak sampai sempurna seperti halnya yang terjadi didalam huruf, bahkan lebih mirip dengan penuturan vokal dari segi bentuk bibir ketika mengucapkannya.
Ibnu jizri memasukan diftong kedalam kelompok sukun, karena menurut beliau bunyi dalam bahasa Arab diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: huruf, harokat, sukun.[6]
Sukun sendiri nantinya dibagi menjadi dua yaitu yaitu mayyitun dan hayyun. Lalu beliau menyebutkan bahwa yang termasuk dari kelompok mayyitun adalah alif dan ya sukun yang di dahului kasroh, serta wawu sukun yang di dahului dlummah. Lalu sukun yang hayyun menurut beliau apabila ada wawu atau ya sukun yang di dahului dengan fathah. Sukun yang hayyun ini nantinya kita sebut sebagai diftong dalam bahasa Arab.
Makhorijul  dari sukun yang hayyun ialah dari lisan dan antara dua bibir menurutnya. Beliau lalu mencontohkan kata romaitu dan afautu untuk masalah ini.
Ada juga yang membagi suara bahasa Arab menjadi shomit dan kharokat, namun dalam membahas hal ini ulama’ membahas wawu dan ya’ dalam bahasan tersendiri.
a.       Tatkala ia berharakat maka ulama memasukannya dalam kelas bunyi bahasa kharakat.
b.      Tatkala ia sukun dan sebelumnya berkharakat yang menyebabkan ia dibaca panjang (ya’ sukun yang sebelumnya kasroh, dan wawu sukun yang sebelumnya dlummah) maka ulama menyebutnya hal ini dengan istilah kharakat thowilah.
c.       Dan apabila ia sukun dan sebelumnya berkharakat fathah, maka ulama’ mengistilahkan ini dengan syibhul kharokat.[7]
Untuk wawu sukun yang sebelumnya berkharakat kasrah dan ya’ sukun yang sebelumnya berkharakat dlummah dalam bahasa Arab tidak ditemukan hal ini dalam satu kata.
C.  Macam-macam diftong.
Seperti yang telah kami paparkan dimuka bahwa diftong juga dikenal dengan istilah vokal rangkap karena ia terdiri dari dua vokal akan tetapi membentuk satu bunyi karena bunyi tersebut berada dalam satu silabel. Karena terdiri dari dua vokal itulah nantinya kita bisa membuat pengklasifikasian diftong. Dari sana kita akan dapatkan macam-macam diftong nantinya.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya.[8] Yang dimaksud unsur-unsur tersebut ialah dua vokal yang menyusun suatu diftong itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud letak atau posisi disini adalah tinggi rendahnya suatu vokal. Berikut gambaran tingkatan posisi suatu vokal. Dari yang tertinggi ke terendah.
 




Selanjutnya diftong dibagi menjadi diftong naik dan diftong turun. Disebut diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendahdari posisi bunyi kedua, sebaliknya disebut diftong turun apabila bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua.
Melihat pembagian diftong dalam bahasa Arab menurut imam Jizri yaitu apabila ada ya sukun yang didahului fathah /ai/ dan  wawu sukun yang didahului fathah /au/ maka bahasa Arab hanya mengenal diftong naik.
D. Artikulasi diftong bahasa Arab.
Berikut ini deskripsi dari dua semivokal dalam bahasa Arab, sebagai berikut:
1.    Waw (و)
Untuk memproduk semivokal ini, organ bicara mengambil posisi seperti akan
menuturkan sebuah vokal (u), tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan sebuah vokal lain (a).
Kedua bibir membulat untuk memodifikasi arus udara yang datang dari paru-paru, tetapi tidak sampai menghambat arus udara secara kuat.
Pita suara berada dalam posisi berdekatan sehingga terjadi getaran ketika udara melewati areal ini.
Saluran udara ke rongga hidung tertutup sehingga semua udara keluar dari rongga mulut. Oleh karena itu, semivokal ini di deskripsikan dengan: /bilabial/semivokal/bersuara/.
Sebagian ulama mengatakan bahwa organ bicara yang bekerja sama menghambat udara yang datang dari paru-paru adalah pangkal lidah naik ke langit-langit lunak, mirip seperti menuturkan kha, ghain, kaf.
Oleh sebab itu, semivokal ini dideskripsikan dengan: /darsovelar/semivokal/bersuara/.
2.    Ya’    (ي)
Untuk memproduk semivokal ini, organ bicara mengambil posisi seperti akan menuturkan sebuah vokal (i). Tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan sebuah vokal lain (a).
Tengah lidah bekerja sama dengan langit-langit untuk menghambat arus udara yang datang dari paru-paru, tetapi hambatan tersebut tidak kuat sehingga arus udara bisa keluar dengan leluasa di daerah ini.
Kedua bibir membentang untuk memodifikasi arus udara yang datang dari paru-paru, sedangkan pita suara berada dalam posisi berdekatan sehingga terjadi getaran ketika udara melewati areal ini.Saluran udara ke rongga hidung tertutup sehingga semua udara keluar dari rongga mulut. Oleh karena itu, semivokal ini di deskripsikan dengan: /mediopalatal/semivokal/bersuara/.[9]
E.  Kesimpulan
1.        Diftong adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan posisi lidah saat memproduksi bunyi ini tidak sama dibagian awal dan akhirnya.
2.        Didalam bahasa Arab hanya ada dua bunyi diftong yaitu /au/ dan /ai/ yang keduanya termasuk dalam diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dibandingkan dengan bunyi yang kedua.
3.        Artikulasi diftong waw ialah organ bicara mengambil posisi seperti akan menuturkan sebuah vokal (u), tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan sebuah vokal lain (a).
4.        Artikulasi diftong ya’ ialah organ bicara mengambil posisi seperti akan menuturkan sebuah vokal (i). Tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan sebuah vokal lain (a).


Daftar Pustaka
Bu anani, Musthofa. 2010. fii shoutiyati al arobiyyah wal ghorbiyyah. al alimil kutub al hadist.

Chaer, Abdul. 2005. Linguistik Umum. Jakarta: Renika Cipta.

Hidayatullah, Moch. Syarif dan Abdullah. 2010. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern). Jakarta: UIN Syarif hidayatullah.

Nasution , Ahmad Sayuthi Anshori. 2010. Bunyi Bahasa: ilm al aswat al arabi, Jakarta: Grafika Ofset.

Hasan, Muhammad. 2006. Mukhtasor fil aswatil lugoh al arabiyyah, Kairo: Maktabal Adab.



[1] Materi ini disusun guna memenuhi bahan diskusi mata kuliah ‘Ilm al-ashwat al’Arabiyyah
[2] Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab semester III
[3] Abdul Chair, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal: 115
[4]Moch. Syarif Hidayatullah, dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern), (Jakarta: UIN Syarif hidayatullah, 2010), hal: 42
[5] Ahmad Sayuthi Anshori Nasution, Bunyi Bahasa: ilm al aswat al arabi, (Jakarta: Grafika Ofset, 2010), hal:86
[6]Musthofa Bu anani, fii shoutiyati al arobiyyah wal ghorbiyyah, (al alimil kutub al hadist: 2010), hal:95
[7] Muhammad Hasan, Mukhtasor fil aswatil lugoh al arabiyyah, (Kairo: Maktabal Adab, 2006), ha.151
[8] Abdul Chair, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal: 115
[9] Ahmad Sayuthi Anshori Nasution, Bunyi Bahasa: ilm al aswat al arabi, (Jakarta: Grafika Ofset, 2010), hal:108

1 komentar: