Kamis, 03 September 2015

Pengertian Etika

a.   
Etika menurut William C. Frederick ialah seperangkat aturan/undang-undang yang menentukan pada perilaku benar dan salah.[1] Etika merupakan suatu studi moralitas. Kita dapat mendefinisikan moralitas sebagai pedoman atau standart bagi individu atau masyarakat tentang tindakan benar dan salah atau baik dan buruk. Etika merupakan cabang filsafat yang membahas nilai dan norma, moral yang mengatur interaksi perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Perilaku benar apabila kita dalam melakukan perilaku tersebut menyebabkan orang yang berada disekitar kita nyaman dan memberi keuntungan bagi mereka,dengan kata lain suatu tindakan disebut baik kalau hal itu sesuai dengan kodrat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berakal budi yang berbadan dan berjiwa, di cipta Tuhan, hidup bersama manusia dan memelihara hidupnya dengan ciptaan lain.[2] sedangkan perilaku yang buruk ialah apabila dalam kita berperilaku masyarakat atau orang yang berada disekitar kita enggan menerima perilaku kita dikarenakan perilaku tersebut memberikan kerugian terhadap mereka.
Yang perlu diperhatikan dan digaris bawahi disini ialah bahwa nilai baik atau buruk disini bersifat universal.[3] Artinya bahwa baik atau buruk itu bukanlah penilaian secara subjektif oleh seseorang semata, akan tetapi penilaian baik itu diberikan oleh masyarakat secara umum meskipun pada mulanya penilaian baik atau buruk itu berawal dari individu orang yang memberi penilaian terhadap suatu hal, karena secara kodrati individu tiap manusia memiliki jiwa yang bebas untuk cenderung mengekspresikan keingininannya termasuk dalam memberikan penilaian terhadap apa yang mereka lakukan, dari kecenderungan tersebut tak heran jika manusia menilai apa yang menurutnya menguntungkan bagi dirinya adalah hal yang baik meskipun hal tersebut merugikan bagi orang lain, akan tetapi disisi lain menusia juga makhluk sosial yang mesti hidup berdampingan dengan manusia yang lain, maka dari itu melihat fenomena diatas menjadi barang tentu dalam menentukan suatu perilaku bernilai baik atau buruk nantinya akan ada semacam dilog sosial yang melibatkan masyarakat yang berugung pada masyarakatlah yang menjadi penentu perilaku trrsebut baik atau buruk.
Secara umum, etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosifis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola dan perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan norma-norma moral yang berlaku.[4] Jadi didalam etika kita akan mengenal bahwa norma-norma moral yang nantinya akan menjadi sumber, dan diluar sana terdapat banyak norma seperti norma kesusilaan, norma hukum, norma adat, dan norma agama. Diantara norma-norma yang belaku dimasyarakat, norma agamalah yang disebut-sebut sebagai sumber etika yang paling mendasar karena ia juga berperan sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup manusia.
Didalam islam kita akan mengenal dua sumber yang agung yaitu Al-qur’an dan hadist yang sekaligus menjdi sumber etika kehidupan yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas umat islam yang benar-benar menjalankan ajaran islam. Akan tetapi dalam implementasi pemberlakuan kedua sumber ini secara lebih subtansif sesuai dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman yang selalu dinamis ini diperlukan suatu proses penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual maupun secara tekstual, oleh karenanya diperlukan proses pemikiran dan logika yang terbimbing oleh nalar sehat,pikiran jernih, dan nurani yang cerdas dalam pemahaman kudua sumber diatas. Berawal dari proses tersebut tak jarang semua norma yang berlaku sebenarnya telah tercantum dan dibahas didalam Al-qur’an dan hadist.
b.      Hubungan moralitas, norma, perundangan, dan etika
Dalam membahas pengertian etika diatas sering sekali istilah tersebut berkaitan erat dengan istilah moral, norma, dan perundang-undangan. Bahkan sebagaian dari kita mungkin mengartikan etika sama dengan istilah yang telah disebutkan diatas, padahal apabila kita teliti lebih lanjut semuanya memiliki konsep dan pengertian yang berbeda bahkan perbedaan dari semuanya cukup mendasar pula.
Kata norma beretimologi latin yaitu norma. Arti dasarnya adalah siku yang dipakai tukang kayu untuk mengecek apakah benda yang ditukanginya sudah lurus atau normal. Dalam hidup harian norma dimengerti sebagai pegangan atau pedoman, aturan, tolak ukur, atau kaidah untuk menilai suatu sikap dan tindakan sehingga tindakan tersebut disebut baik atau tidak baik, dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.[5]
Kata moral berasal dari bahasa latin yakni: mos (singularis) dan ,mores (plural), yang artinya adat, kebiasaan. Jadi ketika norma dan moral dipadukan kurang lebih akan memiliki pengertian sebagai adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat yang berfungsi sebagai pegangan, tolak ukur dalam bertindak dalam kehidupan bersama. Menurut K.Banten (1994) moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
            Sedangkan etika jauh lebih luas pengertiannya dan cakupannya dibanding dengan istilah moral. Menurut Franz Magnis suseno (1993) etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis. Istilah etika disamakan dengan istilah filsafat moral yang telah menunjukan bahwa kajian etika tidak dalam konteks pengertian deskriptif, namun dalam bentuk kajian kritis dan normatif dan analitis.[6]
            Sedangkan etika dan perundang-undangan tidak persis sama, akan tetapi undang-undang yang berlaku dalam aspek tertentu dapat sama dengan etika, karena keduanya mengatur dan menentukan perbuatan benar dan salah.
c.       Makna Etika Profesi Keguruan
Seperti yang telah dipaparkan dimuka bahwa etika akan mengatur manusia dalam berperilaku, sedangkan Profesi -seperti yang telah dikaji secara detail dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya- memilii arti sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989).[7]



[1] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal.38
[3] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal.45
[4] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal.51Hlm. 198
[6] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal.51
[7] Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hlm.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar